Tuesday, July 26, 2016

Screening for Bipolar Disorder, a Public Health Issue


Gangguan bipolar memiliki beban penyakit yang sangat besar terhadap masyarakat. Dari mulai menurunkan kualitas hidup, salah satu penyebab disabilitas terbesar, bahkan bunuh diri terbanyak. Program skrining untuk gangguan bipolar ini menjadi sangat penting untuk mendeteksi dini sehingga bisa dilakukan pengobatan yang efektif sebelum terlambat. Yang menjadi pertanyaan, metode skrining apa yang bisa digunakan? 

Dalam review artikel ini dijelaskan contoh metode skrining berupa kuesioner, salah duanya yaitu Mood Disorder Questionnare (MDQ) dan Hypomania Check List -32 (HCL-32). MDQ lebih mudah digunakan dan sering dipakai untuk penelitian komunitas bipolar. Sementara HCL-32 lebih kompleks, lebih sulit digunakan namun lebih akurat dalam menidentifikasi gangguan bipolar tipe 2. Ada juga WHO Composite International Diagnostic Interview (CIDI) dan   

Terdapat sedikit masalah pada kuesioner MDQ: lebih banyak orang yang false positive (penyalahgunaan obat, post traumaic stress disorder, gangguan makan, attention deficit disorder, dst) dibanding yang sesungguhnya menderita bipolar itu sendiri. Tak bisa kita pungkiri, makin rumit suatu alat/tools, makin sulit digunakan orang awam walau hasilnya lebih akurat. Begitupun sebaliknya. 

Kebanyakan gangguan bipolar masih underdiagnosed. Lebih banyak pasien bipolar didiagnosis sebagai MDD alias Major Depressive Disorder, walau MDD pun bisa berubah menjadi bipolar. Namun kita harus sadari, diagnosis bipolar tidak bisa tegak lewat kuesioner semata. Harus melalui verifikasi klinisi/dokter jiwa. Tidak bisa juga kita katakan suatu metode skrining itu salah. Baik itu tindakan skrining dan diagnosis oleh dokter kejiwaan, sama-sama menjadi penting untuk dilakukan.


Andinillahi Raswati

Referensi:

Carta, M.G., 2015. Screening for bipolar disorders is a Public Health issue. The European Journal of Public Health. 25 (suppl 3): ckv169-055.

No comments:

Post a Comment