Gangguan bipolar memiliki beban penyakit yang sangat besar terhadap
masyarakat. Dari mulai menurunkan kualitas hidup, salah satu penyebab
disabilitas terbesar, bahkan bunuh diri terbanyak. Program skrining untuk
gangguan bipolar ini menjadi sangat penting untuk mendeteksi dini sehingga bisa
dilakukan pengobatan yang efektif sebelum terlambat. Yang menjadi pertanyaan,
metode skrining apa yang bisa digunakan?
Dalam review artikel ini dijelaskan contoh metode skrining berupa
kuesioner, salah duanya yaitu Mood Disorder Questionnare (MDQ) dan Hypomania
Check List -32 (HCL-32). MDQ lebih mudah digunakan dan sering dipakai untuk
penelitian komunitas bipolar. Sementara HCL-32 lebih kompleks, lebih sulit
digunakan namun lebih akurat dalam menidentifikasi gangguan bipolar tipe 2. Ada
juga WHO Composite International Diagnostic Interview (CIDI) dan
Terdapat sedikit masalah pada kuesioner MDQ: lebih banyak orang yang false
positive (penyalahgunaan obat, post traumaic stress disorder,
gangguan makan, attention deficit disorder, dst) dibanding yang
sesungguhnya menderita bipolar itu sendiri. Tak bisa kita pungkiri, makin rumit
suatu alat/tools, makin sulit digunakan orang awam walau hasilnya lebih akurat.
Begitupun sebaliknya.
Kebanyakan gangguan bipolar masih underdiagnosed. Lebih banyak
pasien bipolar didiagnosis sebagai MDD alias Major Depressive Disorder,
walau MDD pun bisa berubah menjadi bipolar. Namun kita harus sadari,
diagnosis bipolar tidak bisa tegak lewat kuesioner semata. Harus melalui
verifikasi klinisi/dokter jiwa. Tidak bisa juga kita katakan suatu metode
skrining itu salah. Baik itu tindakan skrining dan diagnosis oleh dokter
kejiwaan, sama-sama menjadi penting untuk dilakukan.
Andinillahi Raswati
Referensi:
Carta, M.G., 2015. Screening for bipolar disorders is
a Public Health issue. The European Journal of Public Health. 25 (suppl 3):
ckv169-055.
No comments:
Post a Comment