Masyarakat pedalaman atau dalam istilah baku disebut dengan Komunitas
Adat Terpencil (KAT) adalah istilah untuk masyarakat terasing dengan
kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang
atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi,
maupun politik. Ditinjau dari segi habitatnya, tempat tinggal KAT
dapat dikelompokkan menjadi komunitas adat yang tinggal di dataran
tinggi atau daerah pegunungan, di dataran rendah atau daerah rawa
serta daerah aliran sungai, di daerah pedalaman atau daerah
perbatasan, di atas perahu atau daerah pinggir pantai serta
pulau-pulau terpencil.
Ciri-ciri komunitas yang dapat dikategorikan sebagai Komunitas Adat
Terpencil adalah berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen,
pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan, pada umumnya
terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau, masih hidup
dengan sistem ekonomi subsisten, yaitu memiliki karakteristik produksi
untuk kebutuhan sendiri atau keluarga, orientasinya pada kelangsungan
hidup, bila belum tercukupi kebutuhannya bisa tukar menukar barang
(barter) dengan tetangga atau kerabatnya, peralatan teknologinya
sederhana, ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam
setempat relatif tinggi, serta terbatasnya akses pelayanan sosial,
ekonomi, dan politik.
Sangat beragam kodisi yang harus dihadapi oleh KAT ini. Dalam bidang
pelayanan kesehatan, ada beberapa permasalahan yang harus
diperhatikan, yaitu pertama, ketahanan kesehatan masyarakat KAT harus
menjadi prioritas, agar masyarakat KAT merasa diperhatikan sebagai
bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Kedua adalah
tenaga medis dan paramedis yang susah menjangkau ke lokasi KAT dengan
sarana yang sangat minim, adanya barefoot doctor, dokter naik kuda,
flying doctor di daerah-daerah terpencil perlu menjadi pertimbangan
tersendiri. Ketiga, pemberdayaan aspek kesehatan yang telah dilakukan
oleh Pemerintah terhadap KAT, sangat sempit lingkupnya, yaitu meliputi
pelayanan kesehatan dasar, penataan dan pemeliharaan sanitasi
lingkungan, keempat konsep sehat menurut KAT pada dasarnya amat
menggantungkan sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa, bahwasanya hidup
matinya seseorang telah ditentukan, sehingga manusia hanya perlu
menjalaninya. Kelima yaitu pandangan mengenai sehat/sakit amat
mewarnai kehidupan KAT dan tidak begitu memaksakan keberadaan
fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah (Puskesmas atau
sejenisnya).
Data tahun 2005 menunjukkan bahwa ada 267.550 kepala keluarga yang
termasuk KAT pada 30 provinsi di Indonesia. Dari 267.550 kepala
keluarga tersebut, terdapat 61.188 kepala keluarga sudah diberdayakan,
13.177 kepala keluarga sedang diberdayakan, dan 193.185 kepala
keluarga belum diberdayakan, dan 6 Kelompok KAT yang sudah
diberdayakan akan dipilih sebagai target dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini diambil sampel KAT yaitu di Kabupaten Kepulauan
Mentawai Provinsi Sumatera Barat, di dua Kecamatan yang dipilih secara
purposif dan delapan desa, empat desa di kecamatan Siberut Utara dan
empat desa di kecamatan Siberut Selatan dengan lokasi dan kriteria
inklusi habitat pinggiran pantai.
Berdasarkan penelitian yang telah disampaikan, terdapat progam-program
yang telah dijalankan pemerintah setempat untuk menunjang
keberlangsungan hidup KAT di Kepulauan Mentawai ini. Program yang
telah dijalankan untuk mengadakan peningkatan pelayanan kesehatan di
Kepulauan Mentawi ini antara lain adalah, merumuskan kebijakan
operasional, memprioritaskan program dan target yang akan dicapai,
penetapan peta masalah, penggalian kendala pemberdayaan, menjalankan
kerja sama dengan instansi lain, dan memaksimalkan pola pelayanan
kesehatan di sana.
Dari program-program yang telah dilaksanakan oleh pemerintahan
Mentawai untuk menunjang ketersediaan pelayanan kesehatan di sana pada
penelitian ini menemukan beberapa kendala sehingga belum tercapainya
pelayanan yang maksimal bagi masyarakat KAT di Kepulauan Mentawai.
Menurut saya terdapat beberapa titik yang dapat diperbaiki untuk dapat
memaksimalkan pelayanan tersebut.
Menurut data yang diperoleh, ternyata selama ini program bagi warga
KAT dan non KAT masih disamakan. Pemerintah masih member kebijakan
yang sama untuk warganya di sana. Menurut saya, dengan adanya
kebijakan yang khusus untuk warga KAT akan lebih tepat dan
menyesuaikan kondisi warga di sana. Misalnya, akan lebih baik jika
program-program yang dibuat untuk KAT juga mengakomodir masalah
geografis yang sering kali menjadi kendala utama bagi ketersediaan
pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, dapat dijalankan sistem
desentralisasi kebijakan untuk para warga KAT itu sendiri sehingga
dapat lebih menyesuaikan dengan kondisi setempat.
Dapat pula dilakukan pengadaan program prioritas menurut angka
penyakit tertinggi di sana. Menurut data, penyakit yang sering terjadi
di masyarakat Kepulauan Mentawai antara lain demam, malaria,
gastritis, diare, sakit kepala, ngilu tulang, dan infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA). Dengan demikian pemerintah dapat menanggulangi
dan menangani ppenyakit ini missal dengan melakukan penyuluhan dan
sosialisasi kepada masyarakat agar waspada terhadap faktor-faktor
risiko apa saja yang dapat menyebabkan penyakit tersebut. Pemerintah
juga dapat menyediakan jumlah pasokan obat yang lebih untuk Puskesmas
setempat untuk dapat mengobati warga yang terkena penyakit.
Pada penelitian juga didapatkan fakta bahwa komunikasi pemerintah
setempat ternyata kurang mengakomodasi seluruh elemen yang terkait
Pemerintah sebenarnya dapat mengumpulkan seluruh stake holder terkait
di Kepulauan Mentawai seperti kepala desa, kepala puskesmas, perangkat
desa, LSM terlibat, hingga tokoh masyarakat untuk memusyawarahkan
kebijakan yang mendukung program pelayanan kesehatan tersebut. Dengan
demikian semua maksud, tujuan, dan keinginan dari semua pihak dapat
terakomodir dan dapat pula menyatukan visi misi antar belah pihak.
Dalam penanganan pada kasus ini sebenarnya juga dapat dibantu dengan
melaksanakan program pemberdayaan masyarakat setempat. Dapat dilatih
kader-kader kesehatan yang membantu memajukan tingkat kesehatan di
sana. Mengingat keterbatasan akses menuju pelayanan kesehatan yang
memadai, diharapkan para kader dapat berperan aktif untuk membantu
menyelesaikan permasalahan kesehatan warga-warga terdekatnya, yang
tentunya telah mendapatkan pelatihan yang memadai dari tenaga medis
terkait.
Di Kepulauan Mentawai ini dikektahui bahwa pemerintahnya kurang
mengkoordinasikan dengan baik peran LSM yang telah bersedia datang
untuk membantu. Dalam hal ini menurut saya pemerintah juga dapat
melakukan sinkronisasi pelayanan kesehatan dengan LSM yang membantu
menyediakan akses dan ketersediaan pelayanan kesehatan itu sendiri.
Pemerintah dapat membagi tugas beberapa LSM yang telah bersedia
membantu untuk dapat disebar merata wilayahhnya dan juga memastikan
kebutuhan warga dibutuhkan untuk pengadaan oleh LSM agar benar-benar
tepat sasaran.
Hal yang tidak kalah penting adalah menunjang kesejahteraan tenaga
kesehatan, dokter internship atau dokter PTT, dan tenaga medis
lainnya. Pemerintah dapat menaikkan tunjangan dan menyediakan
fasilitas kepada para tenaga medis yang setara dengan apa yang telah
dilakukannya. Hal ini telah menjadi momok karena stigma-stigma yang
telah menempel pada tenaga kesehatan bahwa penghargaan untuk mengabdi
di wilayah terpencil tidak sebanding dengan pengorbanan yang telah
dilakukan. Sesuai pada kebutuhan dasar hidup seorang individu, apabila
kesejahteraan yang diberikan telah memadai maka diharapkan
pemaksimalan kinerja juga akan muncul dari tenaga-tenaga kesehatan
yang sangat dibutuhkan warga KAT di Kepulauan Mentawai.
Hanifiya Samha Wardhani
Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada
Apa yang saudara dapat pelajari dalam hal efektivitas program ini?
ReplyDeleteYang dapat saya pelajari mengenai hal efektif dalam program ini antara lain:
DeleteKabupaten Kepulauan Mentawai, dalam hal ini dinas kesehatan telah bekerjasama dengan puskesmas melakukan pemetaan masalah setiap enam bulan sekali melakukan survei atau monitoring mengenai mekanisme kerja yang telah dan yang akan dilakukan. Sehingga dengan menjalankan program tersebut dapat diketahui penyakit yang sering terjadi di daerah. Walaupun terbatas hanya Puskesmas yang diikutserakan dalam pemetaan ini, setidaknya pemerintah sudah menjadi lebih tahu kondisi riil di wilayah setempat untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
Selain itu sudah tersedianya sarana seperti Puskesmas, Pustu, dan Polindes di Kepulauan Mentawai. Terdapat program-program promosi dan preventif untuk masyarakat KAT di dalamnya.