Corrieri, S., Heider, D., Conrad, I., Blume, A., König, H.H.
and Riedel-Heller, S.G., 2014. School-based prevention programs for depression and anxiety in adolescence: a systematic review. Health promotion international,
29(3), pp.427-441.
Corrieri, S., Conrad, I. and Riedel-Heller, S.G., 2014. Do 'School Coaches' make a difference in school-based mental health promotion? Results from a large focus group study. Psychiatria Danubina, 26(4),
pp.319-329.
Calear, A.L. and Christensen, H., 2010. Systematic review of school-based prevention and early intervention programs for depression. Journal
of adolescence, 33(3), pp.429-438.
Masih menyoroti tentang prevalensi depresi dan dampak
negatif nya pada remaja, prevensi gangguan depresi menjadi penting untuk
diperbincangkan. School Based Prevention menjadi salah satu program yang dapat
menjadi pilihan yang dapat diimplementasikan untuk mencapi tujuan dalam
prevensi tadi. Mengapa sekolah menjadi pilihan? hal ini dikarenakan sekolah
dianggap sebagai lingkungan yang ideal, dimana kontak langsung dengan klien
(dalam topik ini adalah remaja) sangat memungkinkan, dan disekolah inilah
majoritas klien dapat terjangkau. Selain itu pula, diharapkan dengan adanya
program mengenai mental health disekolah, dapat melihat gangguan emosi yang
sebelumnya tidak terdeteksi ataupun tidak terobati.
Terdapat tiga tipe program prevensi yang dapatt dilakukan di
sekolah. (1) universal (diberikan kepada seluruh siswa tanpa melihat level
symptomp dari masing masing siswa), (2) indicated (targetnya adalah individu
dengan depresi ringan atau early symptomp depression) dan (3) selective
(diberikan kepada siswa yang memiliki faktor resiko seperti parental depression
atau perceraian).
Terdapat perbedaan pendapat mengenai kefektifan dan
keberhasilan dari ketiga tipe program ini. Berdasarkan penelitian Calear, A.L.
dan Christensen, H., mereka menyatakan bahwa indicated program dianggap lebih
berhasil dan efektif dibandingkan universal dan selected program karena
partisipan memiliki kesempatan/ ruang yang lebih luas untuk melakukan
perubahan. menurut Corrieri, S, et,al, universal program dirasa memiliki
manfaat yang lebih besar, disisi lain ada yang beranggapan bahwa indicated
program lebih kearah kurasi bukan prevensi.
Salah satu program prevensi berbasis sekolah adalah 'School
Couches' program prevensi di Jerman ini berawal dari kesadaran akan minimnya
topik mengenai kesehatan mental didalam kurikulum reguler Jerman, dan dirasa
menununjukkan kurangnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental. Maka dari
itu NGO di Jerman (Irrsinnig Menschlich e.V) mengembangakan program prevensi
berbasis kurikulum di sekolah. Untuk menstandarisasi intervensi yang akan
diberikan, program ini menggunakan pendekatan secara sistemik dalam
mengidentifikasi permasalahan/ isu dan menyediakan bantuan/ pertlongan yang
dapat disesuaikan tergantung kebutuhan tiap sekolahnya. Kampanye dari program ini
kemudian diberi nama dengan “Crazy? So what!”. Program ini memiliki tujuan
untuk meningkatkan kepekaan murid dan juga guru terhadap kesehatan mental.
Well, sebenarnya program mana yang dipilih dan efektif atau
tidaknya program tersebut memang bergantung dari target dan tujuan dari program
itu sendiri. Pada dasarnya menurut saya setiap program pasti sama-sama
memberikan hasil, hanya saja hasil yang seperti apa yang diinginkan adalah
pertanyaan besar yang harus mulai dipikirkan dari awal program tersebut
dirancang. Sebagai Contoh. Jika ingin lebih meningkatkan kepekaan terhadap
kesehatan mental dalam hal ini adalah depresi dan mencoba menghilangkan stigma,
saya rasa program dengan pendekatan universal akan lebih baik dipilih, akan
tetapi jika tujuannya sekaligus untuk menurunkan prevalensi, pendekatan
selective dan indicated jauh lebih baik dipilih, karena targetnya lebih
spesifik. Selain itu menurut saya keduanya sama-sama memiliki efek prevensi dan
sama-sama memberikan manfaat yang berarti.
Rachmanita Yudelia Rizki Sjarif
No comments:
Post a Comment